Essay: Pembiasaan Istimewa pada Anak Istimewa untuk Pembentukkan Karakter Istimewa

Oleh: Rensa Juniarsa, S.Pd

Anak-anak usia sekolah, khususnya anak sekolah dasar menampakkan kesenangan untuk belajar dan bermain. Anak-anak sangat menyenangi belajar dengan hal yang menarik. Dorongan rasa ingin tahu yang sangat tinggi dapat dilihat dari keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan, dorongan mereka untuk mengetahui sesuatu dan membuat sesuatu secara kreatif. Oleh karena itu, guru diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk belajar kreatif. Caranya adalah dengan membuat situasi belajar yang menarik, sehingga mereka cenderung meniru dan  mencoba apa yang mereka lihat dan ketahui. Anak-anak memiliki minat dan cita-cita yang banyak, walaupun mereka belum menyadari bahwa untuk mengembangkan minat dan mencapai cita-cita mereka memerlukan pengorbanan dan kerja keras.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak istimewa yang diciptakan dengan kemampuan, kondisi dan kebutuhan belajar yang unik. Unik yang artinya setiap individu memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda, sehingga setiap individu menjadi istimewa. Dengan adanya pendidikan untuk semua, maka anak berkebutuhan khusus dapat belajar di sekolah khusus maupun sekolah inklusi yang tidak membatasinya dalam hal pengembangan diri. Hal ini didukung oleh pendidikan saat ini bahwa pelajar Indonesia diharapkan memiliki kompetensi untuk menjadi manusia demokratis, unggul dan produktif di Abad ke-21, maka dari itu terdapat profil pelajar pancasila. Profil pelajar pancasila adalah karakter dan kemampuan yang dibangun dalam keseharian dan dihidupkan dalam diri setiap individu peserta didik. Terdapat 6 dimensi yaitu beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan tunggal, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif. Dalam dimensi tersebut menunjukkan bahwa profil pelajar pancasila tidak hanya fokus pada kemampuan kognitif (Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi: 2022, hlm 3).

Pada prinsipnya anak berkebutuhan khusus dapat melakukan pembelajaran  dengan adanya pembiasaan atau hal yang dilakukan rutin setiap hari. Upaya yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan belajarnya secara optimal yaitu memberikan perlakuan istimewa. Menurut Vygotsky (Santrock: 2009) konsep zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) adalah suatu proses perkembangan dari kemampuan aktual (actual ability) ke kemampuan potensial (potencial ability) yang memerlukan pembimbing (scaffolding) dengan media dan program tertentu lalu kemampuan potensial akan menjadi kemampuan aktual apabila telah melaksanakan program dan media tertentu begitu selanjutnya. Kemampuan aktual adalah kemampuan yang dilakukan individu secara mandiri tanpa memerlukan bantuan. Kemampuan potensial adalah kemampuan yang belum bisa dilakukan oleh individu tetapi sebenarnya mampu dilakukan dan memerlukan bantuan.

Terdapat siswa yang memiliki kebutuhan belajar dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dalam hal membereskan tas, melipat baju, memiliki rasa empati dan dapat menolong orang yang kesusahan. Guru dapat membuatkan program sesuai hasil asesmen yang akan dicapai. Guru dapat menuliskan kemampuan aktual anak yaitu kemampuan saat ini, kemudian guru menuliskan kemampuan proksimal yaitu kemampuan yang akan dicapai. Sehingga guru menggunakan scaffolding atau pemberian bantuan kepada anak berupa pembiasaan solat harus tepat waktu, belajar membereskan barang-barang sendiri di sekolah, mengikuti piket kelas untuk bersih-bersih, selalu menolong orang lain yang dirasa memerlukan bantuan. Semua intervensi atau perlakuan ini dilakukan rutin di sekolah setiap hari dan juga di rumah. Hal yang wajib untuk guru agar selalu berkordinasi dan bekerjasama dengan orangtua untuk melakukan program yang tidak hanya di sekolah, namun diterapkan pula di rumah agar mendapatkan hasil yang optimal. Pembiasaan sederhana yang dilakukan di sekolah dan di rumah menjadikan pembiasaan istimewa yang dapat dilakukan anak.

Dalam hal membangun rasa empati dan tolong menolong, guru dapat menggunakan metode sosiodrama (metode mengajar dengan cara mendramatiskan suatu situasi yang mengandung suatu masalah, agar siswa dapat mencari pemecahan masalah), sebagai contoh guru mengajak siswa untuk bermain gitar dan bernyanyi bersama. Guru meminta tolong kepada siswa untuk mengambilkan gitar di atas lemari, kemudian memainkan  gitar. Tak lama siswa tertarik untuk bermain gitar dengan cara memetik gitar meski dipetik secara sembarang, tapi siswa merasa nyaman dan kreatif membuat nada dan lirik sendiri. Kemudian guru merasa kesakitan karena tangannya terluka, ketika guru bertanya apa yang harus dilakukan, tanpa berfikir lama siswa tersebut langsung membawa obat oles dan memasangkan plester ke tangan guru. Tak lupa ucapan terima kasih disampaikan guru karena siswa tersebut telah melakukan hal yang sangat istimewa.

Pembiasaan-pembiasaan sederhana namun istimewa dilakukan di sekolah dan di rumah oleh guru dan orangtua secara rutin. Semua pembelajaran anak berkebutuhan khusus dapat dikaitkan dengan dimensi-dimensi pada profil pelajar pancasila yaitu solat tepat waktu dan berjamaah, menghargai orangtua, guru dan teman, mau membantu orang yang kesusahan, mandiri dalam hal membereskan barang-barang sendiri, dan bertanggungjawab terhadap barang sendiri serta memiliki rasa empati, kritis dan kreatif. Semua dimensi tersebut perlu dipupuk dan dikembangkan pada setiap individu agar kita mendapatkan pelajar Indonesia yang berkarakter, berkualitas dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. (2022). Panduan Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Diakses dari: https://kurikulum.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/06/Panduan-Penguatan-Projek-Profil-Pancasila.pdf

Santrock, J. W. (2009). Masa Perkembangan Anak Buku 2 Edisi 11. Jakarta: Salemba Humanika