Penulis : Rini Trisnawulan,S.S
Transformasi digital adalah bagian dari proses teknologi yang lebih besar. Transformasi digital merupakan perubahan yang berhubungan dengan penerapan teknologi digital dalam semua aspek kehidupan masyarakat. (Wikipedia) . Berdasarkan pengertian tersebut pada kenyataannya saat ini, digitalisasi menyentuh setiap bagian dari kehidupan kita, memengaruhi cara kita bekerja, berbelanja, bepergian, mendidik, mengelola, dan hidup.
Ketika terjadi perubahan mendunia yang menciptakan sebuah era baru serta mempengaruhi semua sistem dan cara kerja manusia ke arah yang lebih sempurna.maka manusia yang berada di lingkup tersebut haruslah diimbangi dengan sikap mental dan spiritual yang selaras dengan perkembangan zaman namun tetap membumi dengan kekuatan karakter kebangsaan dan kultur budaya yang ditanamkan melalui ranah pendidikan.
Kondisi saat ini menunjukkan terjadinya degradasi moral ditandai dengan kebiasan menyimpang yang dilakukan oleh generasi muda, khususnya pelajar. Perilaku itu di antaranya tayangan televisi yang tidak senonoh, kecurangan akademik, menyontek, bullying, dan konten menyimpang lainnya di media sosial. Persoalan penyalahgunaan narkoba juga menjadi masalah tersendiri bagi kehidupan generasi muda. Hal lain yang memilukan dalam dekadensi moral adalah terkait tata krama terhadap orang yang lebih tua, etika dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama komunikasi di dunia maya. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang dapat mengurangi, serta mengikis sedikit demi sedikit berbagai hal tersebut di atas melalui pembentukan karakter pelajar di Indonesia.
Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi suatu keharusan, karena pendidikan tidak hanya mengantarkan anak bangsa menjadi cerdas tetapi juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun, sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat pada umumnya
Pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter dalam dunia pendidikan di tanah air, perlu untuk terus mendapatkan perhatian utama. Karena itu, tanggungjawab penyelenggaraan pendidikan yang diorientasikan pada pembentukan karakter, tidak hanya diserahkan sepenuhnya pada salah satu institusi pendidikan, melainkan menjadi tanggungjawab bersama, baik lingkungan pendidikan formal, non-formal, dan in-formal. Oleh Ki Hajar Dewantara disebut sebagai Tri Pusat Pendidikan. Dengan demikian, ketiga lingkungan pendidikan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dalam membawa misi penyelenggaraan pendidikan berbasis pembentukan karakter.
Lingkungan Pendidikan formal dan non-formal sangat penting dalam pembentukan karakter namun ruang lingkup pendidikan Informal (Institusi pendidikan keluarga) merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama untuk pendidikan anak. Karena dalam institusi keluarga inilah, selain untuk pertama kalinya anak mendapatkan pendidikan dan bimbingan, juga sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.
Hasbullah dalam “Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan” menjelaskan bahwa tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Lingkungan keluarga merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Lebih dari itu, keluarga juga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orang yang paling bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anak adalah orang tua.
Sementara ruang lingkup Pendidikan formal melalui jenjang persekolahan acapkali dijadikan andalan orangtua sebagai sarana mendidik anak-anak mereka, tidak jarang semua bentuk pendidikannya diserahkan sepenuhnya kepada sekolah tanpa diimbangi dan ditindaklanjuti di rumah oleh orangtua. Oleh karena itu betapa pentingnya pihak orangtua untuk memahami perannya dalam pembentukan karakter putra-putrinya di samping upaya-upaya yang dilakukan oleh lingkungan Pendidikan formal.
Upaya yang dilakukan pemerintah melalui Kemendikbudristek tengah menggelar dan menggaungkan Pendidikan Karakter bagi para pelajar Indonesia untuk membentuk Profil Pelajar Pancasila dalam rangka mengurangi serta mengatasi mengatasi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan karakter pelajar di abad 21.
Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024 tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 yang mengamanatkan tentang visi dan misi pendidikan di Indonesia melalui Profil Pelajar Pancasila. Sebuah profil dan harapan masa depan tentang sosok karakter pelajar yang diinginkan oleh bangsa Indonesia melalui kebijakan pemerintah. Dengan identitas budaya Indonesia dan nilai-nilai Pancasila yang berakar dalam masyarakat Indonesia pada masa mendatang menjadi masyarakat terbuka yang berkewarganegaraan global, dapat menerima dan memanfaatkan keragaman sumber, pengalaman, serta nilai-nilai dari beragam budaya di dunia, namun sekaligus tidak kehilangan ciri dan identitas khasnya.
Melalui Profil Pelajar Pancasila yang meliputi 6 dimensi yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berahlak mulia, berkebhinekaan global, bernalar kritis, bergotong royong, kreatif dan mandiri pendidikan Indonesia ingin menjadikan pelajar di seluruh pelosok tanah air untuk lebih memahami, menghayati, dan melaksanakan nilai Pancasila. Selain sebagai fundamental bangsa, Kemendikbud (2020). Pancasila juga menjadi ideologi negara yang telah disepakati bersama oleh para tokoh bangsa ini. Ideologi negara yang terbuka dan dianut oleh segenap komunitas agama, kekayaan budaya, dan keanekaragaman suku bangsa.
Berorientasi Profil Pelajar Pancasila dalam proses pembelajaran secara terpisah dalam setiap bidang studi atau terintegrasi dalam mata pelajaran sesuai dengan isi kurikulum tidaklah serta merta dapat dilakukan. Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru. Guru harus menyiapkan perencanaan yang matang dan menyeluruh. Pemilihan materi pembelajaran yang dapat dintegrasikan dengan Profil Pelajar Pancasila tentu harus dilakukan dengan tepat, agar mampu tersampaikan dengan baik kepada peserta didik. Kebutuhan dan karakteristik peserta didik juga sangat perlu dipertimbangkan dalam pengintegrasian Profil Pelajar Pancasila dalam kelas.
Tidak mudah untuk membuat suatu perencanaan pembelajaran yang tepat dalam menanamkan pendidikan karakter yang terintegrasi ke dalam mata pelajaran, kalangan pendidik harus menyelaraskan kompetensinya dalam era transformasi digital saat ini melalui kegiatan pelatihan mandiri, berselancar di dunia maya untuk menambah wawasan serta berkolaborasi dengan teman sejawat, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah .
Semangat berinovasi, kreatifitas yang tinggi serta niat yang tulus untuk membangun Profil Pelajar Pancasila merupakan modal utama untuk mencapai hasil yang diharapkan. Ketika terjadi perubahan ke arah yang lebih baik walaupun sedikit patut dihargai , namun tetap dievaluasi untuk mengetahui letak kelemahan dan kekurangannya sehingga menghasilkan perencanaan yang lebih tepat sasaran dan berhasil diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Tiba saatnya untuk kita yang berada di ranah pendidikan untuk mengubah pola pikir dalam mendidik bukan lagi mengajar dan transfer ilmu kepada peserta didik. Melainkan bertindak sebagai fasilitator yang akan memberikan petunjuk tanpa menunjukan, memberikan pemahaman tentang menemukan sendiri, memberi stimulan untuk menggali potensi tanpa harus menyuapi. Semoga dengan upaya apapun yang dilakukan pendidik dalam melakukan perubahan yang dapat dipertanggungjawabkan akan mencapai tujuan yang diharapkan, andaipun belum mencapai harapan saat ini tetaplah semangat dan terus berusaha.
Anda harus memiliki kemantapan hati mengenai tujuan jangka panjang, agar Anda tidak frustrasi terhadap kegagalan jangka pendek." - Charles C. Noble
Referensi :- Artikel “Pembentukan karakter anak dalam lingkungan Pendidikan Informal”
- Platform Merdeka Mengajar