Oleh: Anggita
Pada awal tahun 2022 lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan yang hamper dapat dikatakan mengubah sistem pembelajaran di Indonesia. Kurikulum prototype atau yang sekarang lebih akrab terdengar sebagai Kurikulum Merdeka yang dapat diimplementasikan sesuai dengan kesiapan masing-masing satuan pendidikan. Kebijakan ini dikeluarkan dalam rangka pemulihan pembelajaran setelah melewati masa kurikulum 2013 dan kurikulum darurat di masa pandemi. Meski masih menjadi sebuah pilihan, dengan terpilihnya SD BPI menjadi Sekolah Penggerak Swasta Angkatan 2, maka SD BPI memilih untuk mengimplementasikannya dengan tetap memperhatikan kesiapan di segala sisi terutama peserta didik.
Menilik kerangka dasarnya, selain tetap dirancang berdasarkan tujuan pendidikan nasional dan standar nasional pendidikan, kurikulum merdeka menekankan pengembangan profil pelajar Pancasila pada peserta didik, hal tersebut berkaitan erat dengan karakter sebagai unsur yang melandasi terwujudnya pribadi yang berakhlak mulia, berkebinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif sesuai dengan elemen yang terkandung dalam profil pelajar Pancasila.
Lalu, bagaimana karakter peserta didik masa kini agar tidak berlainan arah dengan pengembangan profil pelajar Pancasila?
Sekolah perlu berani menjawab tantangan tersebut.
Berdasarkan pengamatan pada peserta didik selama masa transisi terutama dari pembelajaran daring, pembelajaran tatap muka terbatas, hingga pembelajaran tatap muka yang diikuti seluruh peserta didik dengan proporsi jam belajar yang lebih lama dari masa pandemi, juga dengan campur tangan teknologi yang tidak bisa dihindari, banyak hal yang hilang dalam proses belajar termasuk pembentukan karakter peserta didik yang berdampak pada kurangnya kesadaran terhadap baik dan buruknya sesuatu, kurangnya rasa tanggung jawab terhadap banyak hal yang muncul dari peserta didik, serta penguasaan emosi dalam diri peserta didik. Sekolah memiliki peran yang esensial untuk membangun kembali, satu per satu kepingan yang hilang itu agar peserta didik kembali memiliki karakter yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila.
Sekolah dapat kembali menerapkan pendidikan karakter dengan makna yang tidak kabur dan tetap berada di dalam jalur. Karena, di tengah segala bentuk adaptasi, sekolah tetap harus menjadi tempat yang penuh aksi. Dengan menekankan pada pengembangan profil pelajar Pancasila, sekolah dapat memilah elemen mana saja yang bersesuaian dengan kondisi sekolah dan terutama peserta didik yang menjadi aktor utama dalam implementasi kurikulum merdeka. Membangun kembali karakter di masa transisi ini merupakan hal yang perlu digarisbawahi, karena untuk membentuk profil pelajar Pancasila, peserta didik perlu menjadi pribadi yang memiliki rasa tanggung jawab, serta memahami baik dan buruknya sesuatu agar tidak memunculkan dampak yang lebih luas lagi yang berkaitan dengan krisis moral dan masalah sosial di masyarakat dalam jangka waktu yang lebih panjang. Pendidikan karakter di sekolah hendaknya dikemas menjadi sebuah kegiatan yang menyenangkan agar peserta didik dapat lebih mudah memaknai serta menerapkannya, disesuaikan dengan usia peserta didik yang lebih mudah menerima sesuatu melalui cara yang menyenangkan. Hal ini menjadi penting, karena karakter yang kuat akan menjadikan pribadi yang memiliki benteng pertahanan untuk menghadapi tantangan di masa yang penuh dengan rintangan.
Dengan mengimplementasikan kurikulum merdeka di sekolah, diharapkan dapat menjadi jalan yang menuntun peserta didik juga warga sekolah untuk membangun kembali serta menambah hal-hal baik untuk membentuk karakter yang berakhlak mulia, berkebinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif sesuai dengan profil pelajar Pancasila.