Oleh: Dinda Erin Vebriani, S.Pd.
Perkembangan dunia Abad ke 21 ditandai dengan banyaknya pemanfaatan teknologi dan komunikasi dalam berbagai aktivitas kehidupan. Dengan semakin berkembangnya teknologi, proses pembelajaran pun harus beradaptasi dengan perubahan yang ada. Kehadiran teknologi dalam dunia pendidikan, menuntut siswa untuk kreatif, inovatif, berfikir kritis, sehingga siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama. Di balik dampak positif teknologi, jika tidak diimbangi dengan penanaman pendidikan karakter maka akan menimbulkan krisisnya karakter.
Pendidikan karakter secara harfiah dapat diartikan merubah atau membentuk watak, perilaku, dan kepribadian seseorang sesuai dengan kriteria yang ditentukan, sedangkan secara esensial pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratnya menuju ke arah peradaban manusia yang lebih baik (Prihatmojo, dkk tahun 2019). Pendidikan karakter pada abad ke 21 dapat dipahami sebagai upaya menanamkan, membiasakan, mencontohkan dan melatihkan tentang praktek pemahaman, penghayatan dan pengalaman nilai-nilai. Pendidikan karakter menurut Suwartini merupakan suatu prosedur yang menumbuhkan nilai-nilai karakter terhadap pelajar, meliputi wawasan, pemahaman diri, keteguhan hati, komponen semangat serta langkah mengimplementasikan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, orang lain, lingkungan, maupun masyarakat.
Kementerian Pendidikan Nasional telah menetapkan 18 nilai karakter untuk membentuk karakter bangsa. Adapun ke-18 nilai pendidikan karakter menurut Kementrian Pendidikan Nasional adalah: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. (Kementerian Pendidikan Nasional, dalam Juliani & Bastian).
Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi glogal dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020, dalam Juliani & Bastian). Usaha untuk menciptakan Profil Pelajar Pancasila tidak saja merupakan gerakan dalam sistem pendidikan, namun juga merupakan gerakan masyarakat. Kesuksesan dalam mewujudkan profil pancasila akan bisa dicapai jika orang tua, pendidik, peserta didik dan semua instansi di masyarakat berkolaborasi dan bekerjasama untuk mencapainya.
Peran karakter pada dasarnya dapat sejalan dengan pembentukan profil pelajar pancasila. Hal tersebut dapat dilihat karena baik pendidikan karakter dan pembentukan profil pelajar pancasila menanamkan beberapa kesamaan seperti religius/beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, rasa ingin tahu, bernalar kritis dan kreatif. Peranan karakter yang dibentuk di rumah dapat membantu anak menjadi pelajar pancasila yang lebih baik ketika di sekolah. Dapat dikatakan bahwa penguatan pendidikan karakter juga telah dilaksanakan pada tiga pusat pendidikan yaitu rumah, sekolah dan masyarakat untuk membentuk profil pelajar pancasila. Sekolah Dasar Badan Perguruan Indonesia telah melaksanakan Pendidikan Karakter dan Pelajar Pancasila, dapat dibuktikan dengan beberapa pembiasaan yang dilakukan. Salah satu pembiasaan yang dilakukan di SD BPI dalam pembentukan profil pelajar pancasila yaitu dengan melakukan pembiasaan membaca doa guna menanamkan sifat beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Daftar Rujukan
Juliani & Bastian. (2021). Pendidikan Karakter sebagai Upaya Wujudkan Pelajar Pancasila. [Online]. Diakses dari file:///C:/Users/HP/Downloads/5621-11418-1-PB%20(1).pdf
Prihatmojo, dkk. (2019). Implementasi Pendidikan Karakter di Abad 21. [Online]. Diakses dari file:///C:/Users/HP/Downloads/5125-12285-1-SM.pdf