Essay: SENYUMAN IBU PERTIWI

(Oleh : Ria Juariah Salman, S.Pd)

Ku lihat ibu Pertiwi, sedang bersusah hati. Air matanya berlinang, mas intan yang kau kenang. Hutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaan. Kini Ibu sedang lara, merintih dan berdo’a”. (Cipt : Ismail Marzuki)

Dampak abad 21 menyebabkan terjadinya pergeseran nilai moral bangsa. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbudaya tinggi dan menjunjung norma-norma kehidupan sosial yang berperikemanusiaan. Seiring pergerakan ekonomi dunia, masyarakat kita pun mengalami suatu pergeseran nilai. Gaya hidup hedonistik, menyebabkan pemborosan dan sikap berlebihan. Pandangan hidup yang pragmatis menghambat eksplorasi pemikiran yang merdeka karena mendapatkan kemudahan secara cepat.  Sifat egois membawa nafsu kita untuk menghalalkan segala cara. Masyarakat ini jauh dari agama, nilai-nilai spiritual tidak lagi menjadi batasan.

Tak Berakhlak

Perang Dunia, konflik antar negara, pemanasan global, Pandemi Covid-19, datang tanpa ampun. Sosial media dan dunia maya sangat trend di kalangan generasi muda. Citayem Fashion week menjadi icon kekinian. Fenomena sosial ini bukan merupakan sesuatu yang absurd. Nilai moral dan budaya bangsa dipertaruhkan. Pemerintah telah mengupayakan berbagai reaksi positif secara aktif dan solutif. Namun teknologi dan perkembangannya seperti memberikan harapan palsu. Berita tentang kekuatan negara-negara maju dibandingkan dengan negara berkembang membuat hati gentar. Bahkan negara yang terbelakang, semakin jauh dari pandangan. Bidang persenjataan, rekayasa nuklir dan kemampuan finansial negara-negara maju tersebut, seperti kuku dan tai kukunya. Penindasan tak berujung terus berlangsung. Merdeka seakan hanya buaian semata. Sungguh berat hutang negara yang harus dibayar dengan kekuasaan. Neokolonialisme-imperialisme benar-benar terjadi. Semua hal ini menyebabkan terjadinya hegemoni.

Momok ini menjadi sebuah bahan renungan bagi kita tentang pentingnya saling menghargai dan bekerjasama.  Menjadi manusia yang berakhlak, kritis namun tetap bijak. Manusia itu apabila sudah melihat keuntungan, selanjutnya akan berfikir bagaimana agar mendapatkan keuntungan lebih. Hal ini sah sah saja. Bahkan sikap ini merupakan salah satu prinsip dalam dunia bisnis. Sekarang tinggal kita fikirkan bagaimana caranya agar teknologi, manusia dan lingkungannya tetap berakhlak?

Keseimbangan antara manusia, alam dan lingkungan wajib menjadi prioritas utama. Akhlak hidup kita dalam menjaga kelestariannya harus benar-benar dapat dipertanggunjawabkan. Kita semua pasti berharap untuk bisa hidup panjang umur dan sejahtera. Terwujudnya hidup rukun dan bahagia harus diupayakan sehingga satu sama lain dapat saling menguntungkan seperti symbiosis mutualisme. Inilah fitrah manusia yang berkarakter, memiliki adab, akhlak dan kreatifitas sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal agar hidup berkualitas.

“Utamana, jalma kudu rea batur. Keur silih tulungan, silih titipkeun nya diri. Budi akal lantaran ti papada jalma”.(Pupuh Pucung-Sunda)

Manusia itu harus banyak teman. Untuk saling menolong, saling menitipkan diri. Kebaikan, kesantunan dikarenakan adanya orang-orang di sekitar kita.

Isi lagu tersebut erat kaitannya dengan tujuan Pendidikan nasional di Indonesia. Berada di abad 21 merupakan sebuah keuntungan sekaligus tantangan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia memberikan angin segar bagi Pendidikan masyarakat terutama anak-anak Indonesia agar dapat berwawasan global, menjadi penggagas dunia. Kebijakan ini merupakan suatu gerakan positif, pendidikan karakter menjadi prioritas utama. Kemampuan dan potensi anak dipupuk serta dibina hingga memiliki kompetensi yang mumpuni untuk menapaki karir belajar selanjutnya.  Pembinaan ini diselaraskan dengan prinsip dan budaya bangsa Indonesia sehingga diluncurkanlah Profil Pelajar Pancasila. Maknanya apa? Mari kembalikan fitrah belajar anak Indonesia ke dalam Pendidikan yang merdeka, berpancasila dan menuju budaya bangsa yang setinggi-tingginya.

 Pancasila Dasar Negara

Pada Sidang BPUPKI pertama, tanggal 1 Juni 1945, Presiden Pertama RI, Soekarno berpidato, “Di dalam Indonesia merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di dalam Indonesia merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan jembatan”. Di seberang jembatan, jembatan emas, inilah, baru kita leluasa Menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi”.

Intinya, melalui perdebatan dan sejarah yang panjang, lahirlah 5 prinsip yang diusung pada saat itu, prinsip tersebut adalah prinsip ketuhanan, kebangsaan Indonesia, peri kemanusiaan, musyawarah untuk mufakat dan kesejahteraan sosial. Tambahnya lagi “Negara Indonesia yang didirikan ini haruslah merupakan negara gotong-royong”. Itulah sedikit petikan dari pidato Bung Karno yang panjang.

Setelah kita simak, tergambar harapan-harapan besar bangsa Indonesia. Di sini peranan manusia Pancasila sangat kental dengan kelestarian budaya bangsa. Manusia yang berkepribadian, memiliki prinsip, berjiwa nasionalis yang menomorsatukan Sang Pencipta di atas segalanya. Apakah ada kriteria lain untuk mencapai manusia Pancasila? Karakter-karakter ini adalah jawabannya.

Ekskul Pramuka Wajib

Apa kabar dunia Pendidikan Indonesia? Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan segera menjemput bola untuk segera mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Pancasila harus ditegakkan secara utuh dan terus menerus  sebagai dasar negara Indonesia yang hakiki. Terobosan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sangat signifikan adalah dengan meluncurkan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menggandeng ektrakurikuler Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah. Pendidikan non formal dalam organisasi Gerakan Pramuka dapat mengantisipasi efek dari bergulirnya Vuca. Mengingat hal ini terjadi, sontak nurani tergugah. Dekadensi moral atau shock Culture merupakan triger untuk kita bersegera menguatkan pondasi bangsa. Rupanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menelisik konsekwensi atas keadaan bangsa masa kini. Mas mentri, Nadim Makarim, memutuskan bahwa perlu untuk menguatkan kembali karakter bangsa, menegakkan Pancasila, mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka. Thomas Lickona, Profesor dari Cortland University, sebagaimana dikutip Masnur Muslich mengatakan, adanya 10 (sepuluh) tanda sebuah bangsa menuju kehancuran, yaitu:

(1)  meningkatnya kekerasan di kalangan remaja;

(2)  penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk;

(3)  pengaruh peer-group yang kuat dalam tindakan kekerasan;

(4)  meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas; (5)  semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk;

(6)  menurunnya etos kerja;

(7)  semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru;

(8)  rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara;

(9)  membudayanya ketidakjujuran, dan

(10)adanya rasa saling curiga dan kekerasan di antara sesama.

Jika dicerna, ternyata sepuluh tanda zaman tersebut sudah ada di Indonesia. untuk meminimalisir hal-hal tersebut, jelas sudah revitalisasi mental dan moral bangsa harus disegerakan. Di manakah  manusia Pancasila? Seperti apakah manusia Pancasila?

Perkembangan jaman dari generasi ke generasi seharusnya merupakan gambaran upaya progressif dari pembentukan karakter bangsa. Dengan mengusung manusia Pancasila, seluruh elemen bangsa diharapkan dapat memberikan kontribusi  positif terhadap karakter generasi muda Indonesia. Indikator pencapaian ini ditandai dengan meningkatnya rasa nasionalisme, sikap patriotik dan ketangguhan sosial budaya yang menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia. Mental block, sikap transaksional dan distorsi atas pemahaman karakter perlu diluruskan.

Namun di tengah-tengah pergulatan ini terjadi Pandemi Covid-19. Efek dari pandemi ini sangat signifikan, diantaranya adalah membentuk pola hidup baru bagi masyarakat terutama generasi muda. Dengan terjadinya beberapa pergeseran kepribadian, kebiasaan, kebisaan, kondisi mental dan nilai moral di hampir semua aspek kehidupan, maka pemerintah perlu segera membangun kembali masyarakatnya. Menepis fatamorgana menjadi sesuatu yang real, hidup dengan realita, dapat bernalar dan berfikiran logis.

Bidang Pendidikan merupakan jalur strategis dalam mengembalikan kepercayaan diri bangsa untuk menyambut Indonesia Emas Tahun 2045. Melalui paradigma Pendidikan baru, dengan muatan karakter kebangsaan yang kuat, masyarakat digiring untuk berpola hidup Pancasila, yaitu bertakwa, berperikemanusiaan, bersatu, bermusyawarah dan mufakat serta berkeadilan.

Indonesia Emas

Pada tahun 2045, Indonesia mendapatkan bonus demografis. Harapan indah yang kita impikan adalah terwujudnya Indonesia Emas. Semua lini segera menyambutnya dengan berbenah diri. Menguatkan pancang dengan menanam pondasi lebih dalam dan kuat. Bidang-bidang yang terkait secara langsung maupun tidak langsung, secara sadar mengup-grade segala utilities yang dimilikinya . Kepercayaan diri untuk mengikuti perkembangan jaman disertai sikap iman dan taqwa. Setelah pondasi tertanam kuat, kita akan dapat membangun golden brige menuju Indonesia Emas. Seberapa berharganya emas yang akan diwujudkan nanti? Seperti berharganya nilai-nilai histori lahirnya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Maka pemerintah segera mencanangkan “Profil Pelajar Pancasila”.

Sekolah-sekolah masa kini sering terjebak dalam pendidikan yang mengutamakan wawasan dan teknologi tinggi. Sebagai contoh, Pendidikan agama disampaikan dalam bentuk wawasan sesuai logika. Padahal pendidikan agama merupakan suatu bentuk kepercayaan yang setinggi-tingginya berdasarkan sikap mental. Hal ini menyebabkan soft skillnya lemah. Sopan santun, humanis, jujur, disiplin, masih dikalahkan dengan prinsip take and give nya. Manusia-manusia yang lahir dari pendidikan seperti ini hanya kuat dalam hard skillnya saja, dia cerdas, berwawasan luas, dapat berkreasi dan menciptakan inovasi tetapi mengakibatkan banyak kerusakan di belakangnya.

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang kaya akan tanggungjawab dan disiplin. Pendidikan ini lebih luas dari pelajaran moral karena makna bertanggungjawab disini bisa diartikan sebagai habluminallah dan habluminannas. Sikap yang berkarakter adalah sikap yang bersifat independent, lahir atas daya rasa, karsa dan karya diri sendiri.

Penanaman dan penguatan karakter bangsa harus terus dilakukan dari generasi ke generasi sehingga dapat mempertebal mental, moral, serta menjaga kelestarian budaya bangsa. Upaya penanaman karakter bangsa itu sendiri tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah. Tugas ini merupakan tanggungjawab seluruh komponen bangsa. Peran serta masyarakat dituntut untuk secara kritis mampu terlibat lebih aktif dalam upaya membentuk karakter bangsa sesuai dengan tujuan Pendidikan nasional.

Urgensi dari manusia Pancasila adalah membangun silaturahmi dengan saling menghargai dan bekerjasama sebagai warga negara yang berpancasila. Menjunjung rasa persatuan dan kesatuan bangsa sebagai netizen yang bertanggungjawab, memiliki prinsip, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Profil Pelajar Pancasila

“Kemerdekaan anak menggagas dan berfikir mandiri kerap dikorbankan demi nafsu orang dewasa memamerkan kehebatan nilai rapor anaknya”. (Iwan Pranoto, Kompas, 27 Juli 2015)

Perjuangan bangsa dalam mewujudkan Indonesia merdeka terasa dikhianati begitu saja. Sumber daya dan asset kekuatan negara hanya sebuah metafora. Obsesi bangsa yang merdeka belum tercapai karena terlarut dalam pujian-pujian fatamorgana.

Jika sedikit kebanggaan menjadi penghambat keberhasilan, mengapa tetap dipertahankan? Anak-anak bangsa, kaum muda yang sangat potensial. Setiap kelahiran generasi akan  memerlukan sebuah kisah keteladanan sebagai figur nyata dari orang dewasa di sekitarnya.

Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila merupakan sebuah frame besar yang membutuhkan potret indah di dalamnya. Karakter anak-anak bangsa di sini akan memperkaya, menambah tekstur dan warna potret bangsa dengan value yang tinggi.

Profil Pelajar Pancasila merupakan sebuah potret yang memiliki high value. Dari segi budaya dan nilai moral, Profil Pelajar Pancasila dapat menjadi acuan bagaimana melahirkan anak bangsa menjadi warga negara yang berbudaya dan berkarakter, memiliki iman dan taqwa, berakhlak mulia, berjiwa mandiri, gotong-royong, berkebhinekaan global bernalar kritis dan kreatif.

Terwujudnya manusia Indonesia dan anak-anak bangsa sebagai Pelajar Pancasila merupakan senyuman Ibu Pertiwi. Permasalahan-permasalahan yang menciptakan konflik akan segera teratasi oleh jiwa-jiwa yang berbesar hati, berlapang dada dan bertanggungjawab. Bangsa ini akan memiliki generasi yang visioner dan memiliki passion sebagai kekuatan untuk berjaya.

Ditulis oleh : Ria Juariah Salman, S.Pd

Unit SD BPI Kota Bandung

Daftar Pustaka

https://www.tribunnews.com/nasional/2022/05/31/isi-lengkap-pidato-soekarno-pada-1-juni-1945-kini-dijadikan-sebagai-hari-lahir-pancasila?page=4.

Iwan Pranoto, Aku Merdeka, Kompas, 27 Juli 2015

Alfian, Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia, (Jakarta:LP3ES,  1981), cet. II.

Heriyanto, Husain, Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam, (Bandung:Mizan, 2011), cet. I.

Koesoema A., Doni, Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:Gramedia, 2007), cet. I